MUNTAH : Fuck Off! We're not your marketing development!
- Essay, Muntah, News
- October 20, 2025


Ketika perbincangan perihal skateboard muncul, rasanya kalimat seperti “Skateboard lahir dari jalanan” adalah kalimat yang sering terdengar di telinga namun sejatinya sampai mana memaknai skateboard itu sendiri lahir dari jalanan? Dapatkah kita mendefinisikan skateboard menjadi sebuah ekspresi? atau sebuah sikap? Karena skateboard bukan olahraga, ia adalah budaya, sikap, dan ruang otonom dalam keterbatasan ruang ekspresi. Tapi bagaimana jika ruang ekspresi yang muncul dari jalanan tersebut direbut?. Bukan oleh polisi ataupun satpam, melainkan oleh kapital-kapital besar yang menempatkan namanya di berbagai kegiatan skateboard seolah-olah mereka bagian dari semangat jalanan itu.
Kita sedang membicarakan jenis pengambil alihan yang lebih tenang, yang dilakukan dengan anggaran pemasaran dan penempatan logo. Ketika para korporasi seperti sebut saja perusahaan rokok, merek minuman energi, dan restoran cepat saji datang ke acara skateboard, itu bukan karena mereka peduli. Melainkan karena mereka melihat peluang. Untuk membeli budaya yang tidak pernah mereka bangun. Sponsorship, yang dulu secara sederhana menjadi bentuk dukungan terhadap ekosistem skateboard, kini berubah menjadi alat domestikasi cara halus untuk menjinakkan skateboard agar bisa dijual dalam bentuk gaya hidup. Ini jelas bukan merupakan sebuah apresiasi, tetapi sebuah eksploitasi. Tidak bisa disangkal dan kita bisa membuktikannya sendiri bagaimana banyaknya event skateboard kini berubah menjadi panggung pertunjukan yang “ramah kepada korporat”, formatnya dipoles, bahasanya dijaga, musiknya disesuaikan, agar tetap “layak jual”. Padahal esensi skateboard tidak pernah tentang kerapihan atau performa, melainkan tentang semangat kebersamaan.
Ingatkah ketika Hari Go Skateboarding hanya tentang skating? Tidak ada podium, tidak ada panitia, tidak ada juri, tidak ada korporat besar yang tidak memiliki keterkaitan dengan skateboard. Hanya para skater yang menguasai jalanan. Sebuah perayaan gerakan, solidaritas, dan komunitas dan merupakan hari di mana skateboarding benar-benar bisa didefinisikan menjadi sesuatu yang menggembirakan. Tetapi sekarang, ini adalah peluang pemasaran. Panggung besar, kaos bertuliskan label korporasi, Influencer berpose dengan minuman berenergi. Ini bukan lagi tentang skating, ini tentang citra. Dan citra yang mereka jual bukan milik kita. Kita dipaksa percaya bahwa ini adalah bentuk dukungan terhadap komunitas, padahal yang mereka dukung hanyalah citra mereka sendiri dengan menempel pada semangat yang tak mereka pahami. Mereka tidak peduli dengan skateboarding sebagai ekspresi, yang mereka pedulikan adalah branding opportunity.

Orang-orang yang menjual skateboard ke korporasi mungkin berpikir mereka sedang membuka jalan baru, membawa skateboard “ke level lebih tinggi.” Tapi kemana arah level itu? panggung iklan berjalan bagi korporasi-korporasi besar? Tempat di mana papan luncur adalah sebuah papan reklame? Di mana setiap trik adalah konten? Di mana nilai seorang skater diukur dari uang sponsor, bukan gaya atau dampak komunitas?. Mereka bilang itu pertumbuhan. Mereka bilang itu bagus untuk kancah skateboard. Tapi jika yang tumbuh hanyalah keuntungan perusahaan dan impresi instagram…sementara semangat inti skateboarding memudar, lalu apa yang sebenarnya kita dapatkan?. Apa artinya besar kalau yang tumbuh hanya dompet para korporasi. Ini bukan tentang anti pertumbuhan. Ini tentang melindungi apa yang membuat skateboarding menjadi nyata.
Sadar atau tidak, ketika sesuatu yang lahir dari bawah mulai mempunya massa, gaya, dan pengaruh, maka korporasi akan datang mengetuk pintu atau bahkan menerobos masuk tanpa permisi. Perusahaan-perusahaan besar, yang sebelumnya tak pernah tahu apa itu “kickflip” atau “boneless” tiba-tiba muncul dengan jargon “dukungan terhadap komunitas skateboard”. Dalam konteks skateboard, ini menjadi paradoks yang menyakitkan, bagaimana mungkin sesuatu yang lahir dari semangat kebersamaan bisa berdiri di bawah bayang-bayang kapital? Bagaimana mungkin ekspresi bebas bisa dimanfaatkan oleh korporasi yang mencari keuntungan? Dan yang lebih parah, bagaimana mungkin komunitas yang dulu dibangun atas dasar solidaritas kini rela menjual dirinya demi panggung pertunjukan dan keuntungan korporasi. Setiap kali bperusahaan besar mencoba mengklaim jalanan milik komunitas ini, komunitas berhak untuk berkata: FUCK OFF! We are not to your marketing department!. Karena jika kebebasan harus disponsori, maka ia bukan lagi kebebasan, ia hanya kemasan. (Terrorezar)